Persefektif para iamam besar tentang masalah kepemimpinan
Dalam bidang ini pandangan imam hambali sama dengan imam maliki, beliau mengutamakan kesatuan dan persatuan umat. Beliau tidak mau mengadakan pembrontakan terhadap penguasa walaupun penguasa itu dzalim. Beliau tidak mau mencela segolongan dari sahabat dan tidak membenarkan orang mencela seorang sahabat,
Apabila apa yang dikemukakan Al-Ghazali bisa diaplikasikan, maka interaksi antar manusia akan terbentuk. Tak terkecuali dalam pembentukan sebuah negara, dalam hal ini, interaksi merupakan syarat mutlak untuk dilakukan. Pembentukan sebuah negara dimulai dari adanya daerah (wilayah) dan rakyat kemudian dibentuklah pemerintahan. Dengan kata lain, Negara bukan terjadi dengan sendirinya, tetapi diadakan oleh manusia dan untuk manusia. Dalam pandangan Al-Ghazali, negara merupakan suatu lembaga yang sedemikian penting, untuk menjamin pergaulan hidup manusia. Bahkan, keberadaan negara adalah dalam rangka menjaga dan merealisasikan syariat agama yang kokoh, yaitu mengantarkan manusia menuju kebahagiaan hakiki. Secara tegas Beliau menyatakan: “Agama merupakan pokok (pondasi) sebuah bangunan, sedangkan negara adalah penjaganya”.
Didalam sejarah pemerintahan islam, istilah ini muncul pemerintahan kenabian dengan wafatnya beliau pada tahun 632 M. istilah khilafah ini mengandung arti “perwakian”, “penggantian” atau “jabatan khalifah.” istilah ini berasal dari bahasa Ara, “khalf” yang berarti “wakil”, penggant”, dan penguasa.
Lain halnya dengan perspektif politik sunni, khalifah menurut mereka di dasarkan pada dua rukun, yaitu: konsensus elit politik (ijma’) dan pemberian legistimasi (bay’ah). karena, setap pemilihan pemimin yang di tetapkan oleh elit politi. Setlah itu baru dibai’ah oleh rakyatnya demikian, menurut harun Nasution, bukanlah dalam artian suatu bentuk kerajaan, tetapi lebih cenderung pada republik. Dalam arti, seorang kepala negara dipilih tidak tetap mempunyai sifat turun-temurun .
Islam Imam al-Ghazali dalam Kitab Ihya’ Ulumuddin juz II mengatakan: “Sesungguhnya, kerusakan rakyat di sebabkan oleh kerusakan para penguasanya, dan kerusakan penguasa disebabkan oleh kerusakan ulama, dan kerusakan ulama disebabkan oleh cinta harta dan kedudukan; dan barang siapa dikuasai oleh ambisi duniawi ia tidak akan mampu mengurus rakyat kecil, apalagi penguasanya. Allah-lah tempat meminta segala persoalan.
Bagi Imam al-Ghazali, krisis yang menimpa suatu negara dan masyarakat berakar dari kerusakan yang menimpa para ulamanya. Karena itu, reformasi yang dilakukan Sang Imam dimulai dengan memperbaiki para ulama. Selain itu dalam pandangannya, pemimpin negara tidak boleh dipisah dari ulama.
Ibn Khaldun; Pemikirannya Tentang Pemerintahan
Dalam pendekatan normative-subtantif, yang juga pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw, Nabi dalam memimpin dan memberikan rasa aman selalu mengutamakan kepentingan publiklah yang didahulukan karena pada hakekatnya sebuah pemimpin atau pemerintah haruslah bisa memberikan minimal dua tanggung jawab yakni kesejahteraan dan rasa ama. selain itu secara umum setiap pemimpin muslim harus menjalankan fungsi standard penguasa public dengan penuh kebajikan.
Bentuk-Bentuk Pemerintahan
Ibn Khaldun berpendapat bentuk pemerintahan minimal ada tiga, yakni:
Pertama; Pemerintahan yang natural (siyasah thabi’iyah), yaitu pemerintahan yang membawa masyarakatnya sesuai dengan tujuan nafsu. Pemerintahan jenis ini dizaman sekarang menyerupai pemerintahan otoriter, individualis, otokrasi, atau inkonstitusional.
Kedua; Pemerintahan yang berdasarkan nalar (siyasah ‘aqliyah), yaitu pemerintahan yang membawa rakyatnya sesuai dengan rasio dalam mencapai kemaslahatan duniawi dan mencegah kemudharatan. Pemerintahan yang berasaskan Undang-undang yang dibuat oleh para cendekiawan dan orang pandai. Pemerintahan jenis ini dizaman sekarang serupa dengan pemerintahan Republik, atau kerajaan insitusional yang dapat mewujudkan keadilan sampai batas tertentu.
Ketiga; Pemerintahan yang berlandaskan Agama (siyasah Diniyyah), yaitu pemerintahan yang membawa semua rakyatnya sesuai dengan tuntunan agama, baik yang bersifat keduniawian maupun keukhrawian.
Ibn Khaldun; tidak ada pemisahan antara politik dan agama. Menurut Ibn Khaldun membicarakam masalah pemerintahan sangat berbeda dengan kekhalifahan, karena pemerintahan hanyalah sebagian kecil dari asepk yang ada dalam kekhalifahan dan hal ini pun tidak langsung bergaris lurus dengan agama, ada beberapa lembaga yang dapat disimpulkan dari pemikirannya Ibn Khaldun, yakni;
Wizrah merupakan lembaga yang berfungsi sebagai pemegang pemerintahan (kesultanan) yang di dalamnya menjalankan fungsi sebagai berikut (1) membela masyarakat, mengawasi tentara, persenjataan, oprasi militer, (2) kesekretariatan atau korespodensi dalam mengirimkan surat, (3) menangani pengumpulan dan pengeluaran pajak/wazir, (4) menjaga raja atau khalifah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar