Kamis, 19 April 2018

deary

kamis -19-april-2018      hari ini aku merasa menjadi seorang pecundang. yang takut akan kewajiba. takut akan kesusksesan. menikmati zona nyaman. itulah aku, aku yang saat ini aku yang yang dulu semua itu sama saja tidak ada perubahan yang ada pada diriku. cover ku dipandang baik di mata orang. sendainya keburukan itu baunya dapat di cium masih maukah mereka jadi temen saya. 

Kamis, 22 Desember 2016



Kaidah Istinbath Hukum ushul dan kebermanfaatan dalam
Kehidupan sehari-hari (ijtihad, qiyas, ijma')

 istinbath menurut imam syafi’i
Kata “Istinbath”  bila di hubungkan denga hukum seperti yang di jelaskan oleh Muhammad bin Ali Al-fayyuni (w.770) upaya menarik hukum dari Al-Qur’an dan as-sunnah dengan jalan jihad. Secara garis besar, metode istinbath  dapat di bagi menjadi tiga bagian: yaitu segi kebahasaan, segi maqasid (tujuan) syari’ah, dan segi penyelesaian beberapa dalil yang bertentangan.
imam syafi’i berpendapat bahwa metode istinbath adalah mengemukakan kaidah-kaidah dasar dengan menunjukan bukti-bukti dari nash, kemudian menganalisis secara cermat dan sempurnah dengan melihat adanya keterkaitan antara kaidah-kaidah dan bukti-bukti yang telah disebutkan. Hasil analisis tersebut merupakan bukti ketetapan yang telah dijadikan kaidah.

Ijtihad
Pengertian Ijtihad
Ijtihad yang berasal dari kata (asal mula katanya ) Ijtihada اجتهد yang artinya : bersungguh-sungguh, rajin, giat. Sedangkan apabila kita meneliti makna kata ja-ha-da artinya ialah mencurahkan segala kemampuan ( lih. Kamus Almunawir. H. 234).
Menurut imam Syafi’i menyamakan arti ijtihad dengan arti qiyas yaitu  berijtihad berarti  menjalankan qiyas atau membandingkan suatu hukum kepada suatu hukum yang lain. Pendapat imam Syafi’i adalah memberikan pengertian yang sempit terhadap ijtihad,sedangkan menurut sebaian ulama ahli pembenMetode tukan hukum lainnya memberikan pengertian yang luas kepada ijtihad . Ijtihad dalam arti luas menurut M. Hasbi Ash-Shiddieqy ialah mempergunakan segala kesanggupan untuk mengeluarkan hukum syara’ dari kitab Allah dan Hadits Rasul .

Pembagian ijtihad
ijtihad itu ialah: memberikan kesanggupan untuk mengistinbathkan hukum syar’i dari yang telah di pandang dalil oleh syara, yaitu: kitabullah dan sunnatur Rasul”.
Dan ijtihad itu terbagi menjadi dua
1. Mengambil hukum dari dhahir nash, yaitu ketika tempat-tempat yang di berikan hukum itu di lengkapi oleh nash.
2. Mengeluarkan hukum dari memahamkan nash.
Umpamanya, sesuatu nash mempunyai ‘illat, maka disamakanlah dengan hukum nash itu, hukum sesuatu yang di dapati padanya ‘illat yang sempurna serupa, Dialah yang di namai Qiyas.
Tingkatan-tingkatan ijtihad
Ijtihad itu terdiri dari beberapa tingkatan:
1. ijtihad mutlaq
2. Ijtuhad dalam satu madzhab
3. Ijtihad dalam satu ilmu saja
4. Ijtihad dalam beberapa masalah atau satu masalah dari satu macam ilmu.
Para mujtahid demikian pula, berbeda beda tingkatannya sesuai tingkatan ijtihadnya.
Ijtihad mutlaq itu terbagi menjadi dua bagian:
1. ijtihad yang berdiri sendiri
2. Ijtihad yang tidak berdiri sendiri
Mujtahid yang berdiri sendiri ialah oarang yang mandiri dalam mengetahui ketentuan - ketentuan hukum syari’at yang bersifat furu’, dari dalil-dalinya tanpa bertaqlid atau terikat dengan mdzhab tertentu. Di antara mujtahid-mujtahid mutlaq tersebut adalah ahli-ahli fiqih dari sahabat dan tabi’in serta imam-imam yang empat.
Adapun mujtahid yang tidak mandiri, atau disebut juga Al-muntasib, ialah mujtahid yang membangun pendapat-pendapatnya di atas madzhab seorang imam tertentu dalam berhujjah dengan sebagian dalil saja, seperti istihsan dan masalhah mursalah, di saat mujtahid lain tidak mau menerimanya, karena dia sendiri mengikuti imam tertentu seperti sahabat-sahabat imam yang empat atau yang sejalan dengan mereka dalam hal mengikiti madzhab tertentu, pada hal ia sendiri mampu mandiri dalam menetapkan hukum-hukum yang besifat furu’.
Contoh : Penentuan I Syawal, Para ulama berkumpul untuk berdiskusi mengeluarkan argumennya untuk menentukan 1 Syawal, juga penentuan awal Ramadhan. Setiap ulama memiliki dasar hukum dan cara dalam penghitungannya, jika telah ketemu maka muncullah kesepakatan dalam penentuan 1 Syawal.
Qiyas
1. pengertian qiyas
Secara etimoligis, kata qiyas berarti قدر yang artinya mengukur, dan membandingkan sesuatu dengan yang semisalnya.   
Secara terminologis,
Menurut Abd Al wahhab Khallaf, Mashadir al-tasyri’ al-islami fima la nashshafih. (kuwait: Dar Al-Qalam,1972) yang artinya :
Ulama ushul mendefinisikan qiyas, yaitu menjelaskan hukum suatu masalah yang tidak ada nash hukumnya dianalogikan dengan masalah yang telah di ketahui hukumnya melalui nash (al-qur’an atau sunnah). dan mereka juga mendefinisikan qiyas dengan redaksi lain yaitu menganalogikan sesuatu yang tidak ada nash hukumnya dengan masalah lain yang ada nash hukumnya, karena kesamaan ‘Illat hukumnya.
qiyas yaitu : menurut definisi yang di kekemukakan oleh ‘Abdul Wahhab Khallaf, bahwa Qiyas adalah menyamakan suatu kasus yang tidak terdapat hukumnya dalam nash dengan kasus yang hukumnya terdapat dalam nash, karena terdapat dua masalah ‘illat yang terdapat pada dua kasus tersebut.
Hakikat qiyas yaitu
1. ada dua kasus yang mempunyai ‘illat yang sama
2. Satu diantara dua kasus yang bersamaan ‘illatnya itu sudah ada hukumnya yang di tetapkan berdasarkan nash, sedangkan yang satu lagi belum di tentukan hukumnya.
3. Berdasarkan ‘illat yang sama, seorang mujtahid menetapkan hukum pada kasus yang tidak ada nashnya itu seperti hukum yang beraku pada kasus yang hukumnya telah di tetapkan berdasarkan nash.
 Empat rukun pada setiap nash
a) suatu wadah atau hal yang telah di tetapkan sendiri hukumnya oleh pembuat hukum. Ini disebut “maqis” atau “musyabbahbihi”
b) Suatu wadah atau hal yang  belum di tentukan hukumnya secara jelas dalam nash syara’.Ini disebut “maqis” atau “furu’” atau “musyabbah”
c)  Hukum yang disebutkan sendiri oleh pembuat hukum (Syari’) pada ‘ashl. Berdasarkan kesamaan ‘ashl itu dengan furu’ dan ‘illatnya, para mujtahid dapat  menetapkan hukum pada furu’, Ini disebut “hukum al-ashl”
d) ‘illat hukum yang terdapat pada ‘ashl dan terlihat juga oleh mujtahid pada furu’.
Dari keempat itu, unsut ‘illat, sangat penting dan sangat menentukan. Ada atau tidak adanya hukum dalam kasus baru sangat tergantung pada ada atau tidak adanya ‘illat, pada kasus tersebut.
contoh: jabat tangan dengan lawan jenis, majelis tarjih Muhammadiyah penah mengeluarkan fatwah hukum jabat tangan antara laki-laki dan perempuan adalah haram. Yang di jadikan dasar fatwah ini adalah qiyas yang di tarik dari Al-Qur’an surat an-nur : 30
Katakanlah kepada mukmin agar mereka menutuppandangannya
Dan surah 33: Al-ahzab, : 59
Hai Nabi, suruh istri-istrimu dan anak perempuanmu dan perempuan-perempuan mukminat agar menutup diri mereka dengan jilbab ( selendang)
Dari dua tersebut di atas di tarik qiyas, jika melihat saja tidak boleh apalagi bersentuhan kulit. Qiyas ini di perkuatkan juga oleh hadits-hadits : riwayat Muslim yang menyebutkan bahwa jarir ibn ‘abdullah mengatakan, Nabi melarangnya melihat perempuan dua kali berturut-turut dalam satu waktu.
Ijmak
secara etimologis, ijma’ atau ketetapan hati melakukan sesuatu atau keputusan berbuat sesuatu. Ijma’ dalam artian pengambilan keputusan itu dapat di lihat dalam penggalan firman Allah pada surah Yunus : 71
Artinya : “..... karena itu, bulatkanlah keputusanmu dan (kumpulkanlah) sekutu-sekutumu (untuk membunasakan ).
  Sacara terminologi, ijma’ adalah sebagai berikut :
Artinya : Ijma’ adalah kesepakatan para mujtahidumat islam dari masa ke masa setelah wafat nabi SAW, tentang hukum syara’ dalam perkara-perkara yang bersifat amaliyyah.
Definisi yang dikemukakan oleh Abu Zahrah, senada dengan yang di kemukakan oleh Abd. Al Wahhab Khalafa,
Dari rumusan yang di keukakan oleh  Abd. Al Wahhab Khalafa, bahwa ijma’ adalah kesepakatan, dan dan yang sepakat di sini ialah semua mujahid muslim, berlaku dalam suatu masa tertentu sudah wafatnya nabi. Di sini ditekankan “sesudah nabi”, karena selama nabi masih hidup, Al-Qur’an lah yang akan menjawab persoalan hukum, karena ayat Al-Qur’an kemungkinan masih turun dan Nabi sendiri sebagai tempat bertanya tentang hukum syara’, sehingga tidak di perlakukan adanya ijma’.
 Macam-macam Ijmak sendiri terbagi menjadi dua:
1.ijma’ sharih
Dari segi bahasa, sharih berarti jelas. Ijma’ sharih yaitu ijma’ yang memaparkan pendapat banyak ulama’ secara jelas dan terbuka baik dari ucapan maupun perbuatan. Ijma’ sharih menempati peringkat ijma’ tertinggi. Hukum yang di tetapkan oleh ijma’ sharih bersifat qathi’ atau jelas
1. ijmak sukuti
Dari segi bahasa, sukuti berarti diam sedangkan diamnya menunjukan setuju, bukan karena takutatau malu. Ijma’ sukuti bersifat dzan dan tidak mengikat.
Contoh :di adakannya adzan dua kali dan iqpmah untuk shalat jum’at, yang di prakarsai oleh sahabat utsman bin affan r.a. pada masa kehalifaan beliau. Para sahabat lainya tidak ada yang perotes atau menolak ijma’ beliau tersebut dan diamnya para sahabat lainnya adalah tanda menerimanya mereka atas prakarsa tersebut

ISTINBATH
Istinbath adalah menggali hukum syara’ yang belum ditegaskan secara langsung oleh nash Al-Qur’an atau Sunnah. Dilihat dari segi cakupannya, ada pernyataan hukum yang bersifat umum dan ada juga yang bersifat khusus. Sasaran hukum dalam pernyataan hukum yang umum adalah tanpa pengecualian, sedangkan pernyataan khusus mengandung pengertian tunggal atau beberapa pengertian yang terbatas. Ada empat teknik analisa untuk menggali hukum melalui makna suatu pernyataan hukum yaitu analisa makna terjemah, analisa pengembangan makna, analisa kata kunci dari suatu pernyataan, dan analisa relevansi makna.

 Secara garis besar metode istinbath dapat di bagi kepada syari’ah dan segi penyelesaian beberapa dalil yang bertentangan. Adapun metode-metodenya adalah ta’rud dan tarjih, penetapan hukum melalui maqasid syari’ah dan istinbath dari segi bahasa.
IJTIHAD
Ijtihad ialah mencari suatu hukum yang belum di jelaskan dalam Al-qur’an dan hadits. Yang menetapkan hukum tersebut tidak sembarangan orang dan tidak bisa di sepakati dengan sendri harus ada kesepkatan dari orang lain. Seperti yg ada di indonesia yaitu MUI (Majlis Ulama Indinesia) MUI ini yang memegang penuh dalam menentukan permasalahan hukum hukum islam yang ada di indonesia.seperti menetukan 1 syawal, 1 ramadhan dan lain sebagainya.
Jadi secara garis besar ijtihad yairu suatu hukum yang di sepakati oleh para mujtahid dan itu secara tidak langsung angkan menjadi sebuah hukum yang berlaku.
QIYAS
Qiyas yaitu menentukan hukum dengan cara menggabungkan atau menyamakan suatu hukum, artinya menetakpan suatu hukum dalam perkara baru  yang belum pernah pada masa sebelumnya tetapi ada kesamaan seperti sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dalam dalam perkara sebelumnya sehingga dihukumi sama.
Secara garis besar qiyas itu bisa di katakan hukum yang tidak ada di dalam Al- qur’an dan hadist tetapi kita bisa mnengabil suatu hukum yang di anggap ada kaitannya
IJMA’
Ijma’ yaitu suatu hukum yang penerapannya denga cara kesepakatan dari para ulama yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits dalam perkara yang terjadi. Hasil dari ijma’ itu berupa fatwa artinya keputusan yang di ambil secara kebersamaan para ulama dan para ahli agama yang nantinya akan menjadi suatu hukum yang belum ada dan kita harus mengikuti para ulama tersebut.